BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minyak dan gas bumi sampai saat ini masih merupakan
merupakan sumber energi yang menjadi pilihan utama untuk digunakan pada
industri, transportasi dan rumah tangga. Selain itu, pemanfaatan berbagai
produk akhir atau produk-produk turunan minyak bumi juga semakin meningkat
sehingga peningkatan akan permintaan minyak bumi di seluruh dunia telah
mengakibatkan pertumbuhan dan ekspansi pada kegiatan eksplorasi dan pengolahan
minyak mentah di berbagai negara, termasuk Indonesia. Namun demikian, kita
selalu dihadapkan pada dilema antara peningkatan produksi dengan pelestarian
sumberdaya alam lingkungan serta dampak yang ditimbulkan dari proses produksi
tersebut. Hal ini berarti perkembangan industri baik pengolahan
minyak bumi
maupun industri yang menggunakan minyak bumi, ternyata merupakan salah satu
sumber pencemar lingkungan (Astri Nugroho, 2006).Industri minyak bumi memiliki
potensi sebagai sumber dampak terhadap pencemaran air, tanah dan udara baik
secara langsung maupun tidak langsung. Pengelolaan limbah pada kegiatan
industri minyak pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan lingkungan dan
kemungkinan penurunan kualitas lingkungan. Limbah padat dapat berupa lumpur
minyak, lumpur aktif, drum-drum bekas bahan kimia, sampah dan lain-lain. Limbah
minyak merupakan kotoran minyak yang terbentuk dari proses pengumpulan dan
pengendapan kontaminan minyak. Limbah minyak mengandung minyak, zat padat, air,
dan logam berat. Limbah minyak ini merupakan bahan pencemar yang dapat
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan oleh sebab itu harus segera
ditanggulangi. Berbagai upaya yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran
lingkungan dengan perbaikan pada sistim penambangan, pengolahan, penyaluran
minyak dan pengolahn limbah. Upaya pencegahan tumpahan minyak di lingkungan
dapat dilakukan dengan mengusahan sekecil mungkin tumpahan yang dapat terjadi (Dessy,
Y., 2002).
Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak bumi
dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Penanganan secara fisika
biasanya dilakukan pada langkah awal yaitu dengan mengisolasi secara cepat
sebelum tumpahan minyak menyebar kemana-mana. Metode fisika yang dapat
digunakan ialah dengan mengambil kembali minyak bumi yang tumpah dengan oil skimmer.
Penanganan secara kimia lebih mudah dilaksanakan yaitu tinggal mencari bahan kimia dan
konsentrasi yang sesuai untuk mendegradasi kandungan minyak bumi. Misalnya
surfaktan sintetis seperti alkil-benzene sulfonat (ABS) dan turunannya
dapat digunakan sebagai bahan baku diterjen dan mengatasi pencemaran minyak di
daratan maupun dipermukaan laut. Namun. ini akan membawa efek sampingan
terhadap kehidupan lingkungan disekitar yang terkena tumpahan minyak yaitu
mencemari tanah dan air serta tidak dapat didegradasi secara biologis.
Penanganan secara kimia dan fisika merupakan cara penanganan cemaran minyak
bumi yang membutuhkan waktu yang relatif singkat, tetapi metode ini dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan. Ini dapat dilakukan jika tumpahan minyak bumi
belum menyebar kemana-mana. Jika minyak bumi telah mengendap dan menyebar sulit
dilakukan dengan metode ini. Penanganan secara biologi merupakan salah satu
alternatif dalam upaya mendegradasi kandungan minyak bumi di lingkungan.
Surfaktan ramah lingkungan yang dapat dihasilkan oleh mikroorgansime disebut
biosurfaktan. Aplikasi biosurfaktan dapat digunakan untuk recoveryminyak
bumi dan pembersihan tangki. Untuk itu, perlu dicari jenis mikroorganisme yang
aktif mendegradasi minyak bumi (Princeet.al. 2003).
1.2 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah :
- Mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi apabila tumpahnya minyak di laut.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan gambaran atas
permasalahandampak tumpahan minyak terhadap ekosistem mangrove dan biota
laut.dan penanggulangan yang tepat atas permasalahan yang terjadi.
- Makalah ini dapat memberikan literatur mengenai permasalahan tumpahan minyak dan penanggulangan yang tepat bagi kalangan akademisi dan peneliti.
- Makalah ini dapat menambah wawasan dan memberikan inspirasi dalam penanggulangan atas permasalahan tumpahan minyak di laut.
BAB
II
ISI
Pencemaran Air Laut Akibat Tumpahan minyak
Kekayaan alam di Indonesia terbentuk dari beberapa faktor. Dari segi
astronomi, Indonesia berada pada daerah tropis yang memiliki curah hujan sangat
cukup sehingga banyak ragam dan jenis tumbuhan yang tumbuh secara cepat. Dari
segi geologi, Indonesia tepat berada pada titik pergerakan lempeng tektonik
sehingga banyak terbentuk pegunungan yang kayak akan mineral. Dari segi
perairan di Indonesia yang kaya akan sumber daya alam hayati dan hewani,
seperti ikan, minyak bumi, dan mineral yang terkandung didalamnya.
Laut merupakan suatu ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk
keanekaragaman sumber daya hayati yang dimanfaatkan untuk manusia. Sebagaimana
diketahui bahwa 70% permukaan bumi didominasi oleh perairan atau lautan.
Kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, sehingga manusia
harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di
dalamnya. Berbagai jenis sumber daya yang terdapat di laut, seperti berbagai
jenis ikan, terumbu karang, mangrove, rumput laut, mineral, minyak bumi, dan
berbagai jenis bahan tambang yang terdapat di dalamnya. Selain untuk
keberlangsungan hidup manusia, laut juga merupakan tempat pembuangan sampah dan
pengendapan barang sisa yang diproduksi manusia. Lautan juga menerima
bahan-bahan yang terbawa oleh air yang mengakibatkan pencemaran itu terjadi,
diantaranya dari limbah rumah tangga, sampah, buangan dari kapal, dan tumpahan
minyak dari kapal tanker. Namun, pencemaran yang sering terjadi adalah tumpahan
minyak baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai, maupun akibat
kecelakaan kapal.
Pencemaran laut diartikan sebagai adanya kotoran atau
hasil buangan aktivitas makhluk hidup yang masuk ke daerah laut. Pencemaran
lingkungan laut merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsa-bangsa.
Pengaruhnya dapat menjangkau seluruh aktifitas manusia di laut dan karena sifat
laut yang berbeda dengan darat, maka masalah pencemaran laut dapat mempengaruhi
semua negara pantai baik yang sedang berkembang maupun negara-negara maju,
sehingga perlu disadari bahwa semua negara pantai mempunyai kepentingan
terhadap masalah pencemaran laut. Sumber dari pencemaran laut ini antara lain
adalah tumpahan minyak, sisa damparan amunisi perang, buangan sampah dari
transportasi darat melalui sungai, emisi trasportasi laut dan buangan pestisida
dari pertanian. Namun, sumber utama pencemaran lebih sering terjadi pada
tumpahnya minyak. Minyak menjadi pencemar laut nomor
satu di dunia. Sebagian diakibatkan aktivitas pengeboran minyak dan industri.
Separuh lebih disebabkan pelayaran serta kecelakaan kapal tanker.Wilayah
Indonesia sebagai jalur kapal internasional pun rawan pencemaran limbah
minyak. Badan Dunia Group of Expert on Scientific Aspects of Marine
Pollution (GESAMP) mencatat sekitar 6,44 juta ton per tahun kandungan
hidrokarbon dari minyak telah mencemari perairan laut dunia. Masing-masing
berasal dari transportasi laut sebesar 4,63 juta ton, instalasi pengeboran
lepas pantai 0,18 juta ton, dan sumber lain (industri dan pemukiman) sebesar
1,38 juta ton.Limbah minyak sangat berpengaruh terhadap kerusakan ekosistem
laut, mulai dari terumbu karang, mangrove sampai dengan biota air, baik yang
bersifat lethal (mematikan) maupun sublethal (menghambat pertumbuhan,
reproduksi dan proses fisiologis lainnya). Hal ini karena adanya senyawa
hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi, yang memiliki komponen senyawa
kompleks, seperti Benzena, Toluena, Ethilbenzena dan isomer Xylena
(BTEX)Senyawa tersebut berpengaruh besar terhadap pencemaran.
1. Pengaruh terhadap lingkungan laut.
Beberapa efek tumpahan minyak di laut
dapat di lihat dengan jelas seperti pada pantai menjadi tidak indah lagi untuk
dipandang, kematian burung laut, ikan, dan kerang-kerangan, atau meskipun
beberapa dari organisme tersebut selamat akan tetapi menjadi berbahaya untuk
dimakan. Efek periode panjang (sublethal) misalnya perubahan
karakteristik populasi spesies laut atau struktur ekologi komunitas laut, hal
ini tentu dapat berpengaruh terhadap masyarakat pesisir yang lebih banyak
menggantungkan hidupnya di sector perikanan dan budi daya, sehingga tumpahan
minyak akan berdampak buruk terhadap upaya perbaikan kesejahteraan nelayan.
2. Pengaruh minyak pada komunitas laut.
Tumpahan minyak yang tejadi di laut
terbagi kedalam dua tipe, minyak yang larut dalam air dan akan mengapung pada permukaan air dan minyak yang tenggelam dan
terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan
batuan-batuan di pantai. Minyak yang mengapung pada permukaan air tentu dapat
menyebabkan air berwarna hitam dan akan menggangu organisme yang berada pada
permukaan perairan, dan tentu akan mengurangi intensitas cahaya matahari yang
akan digunakan oleh fitoplankton untuk berfotosintesis dan dapat memutus rantai
makanan pada daerah tersebut, jika hal demikian terjadi, maka secara langsung
akan mengurangi laju produktivitas primer pada daerah tersebut karena
terhambatnya fitoplankton untuk berfotosintesis.Sementara pada minyak yang
tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir
dan batuan-batuan di pantai, akan mengganggu organisme interstitial
maupun organime intertidal, organisme intertidal merupakan organisme yang
hidupnya berada pada daerah pasang surut, efeknya adalah ketika minyak tersebut
sampai ke pada bibir pantai, maka organisme yang rentan terhadap minyak seperti
kepiting, amenon, moluska dan lainnya akan mengalami hambatan pertumbuhan,
bahkan dapat mengalami kematian. Namun pada daerah intertidal ini, walaupun
dampak awalnya sangat hebat seperti kematian dan berkurangnya spesies, tumpahan
minyak akan cepat mengalami pembersihan secara alami karena pada daerah pasang
surut umumnya dapat pulih dengan cepat ketika gelombang membersihkan area yang
terkontaminasi minyak dengan sangat cepat. Sementara pada organisme
interstitial yaitu, organisme yang mendiami ruang yang sangat sempit di antara
butir-butir pasir tentu akan terkena dampaknya juga, karena minyak-minyak
tersebut akan terakumulasi dan terendap pada dasar perairan seperti pasir dan
batu-batuan, dan hal ini akan mempengaruhi tingkah laku, reproduksi, dan
pertumbuhan dan perkembangan hewan yang mendiami daerah ini seperti cacing
policaeta, rotifer, Crustacea dan organisme lain.
3. Perilaku Minyak di Laut
Senyawa Hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi
berupa benzene, touleuna, ethylbenzen, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX,
merupakan komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenic dan karsinogenik
pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami
perombakan di alam, baik di air maupun didarat, sehingga hal ini akan mengalami
proses biomagnetion pada ikan ataupun pada biota laut lain. Bila senyawa
aromatic tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan lemak dan
akan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian pada proses
berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride yang larut
dalam air, kemudian masuk ke ginjal (Kompas, 2004).Ketika minyak masuk
ke lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami perubahan
secara fisik dan kimia. Diantaran proses tersebut adalah membentuk lapisan ( slick
formation ), menyebar (dissolution), menguap (evaporation),
polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi
air dalam minyak ( water in oil emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil
in water emulsions), fotooksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna
oleh planton dan bentukan gumpalan ter (Mukhstasor, 2007).Hampir semua tumpahan
minyak di lingkungan laut dapat dengan segera membentuk sebuah lapisan tipis di
permukaan. Hal ini dikarenakan minyak tersebut digerakkan oleh pergerakan
angin, gelombang dan arus, selain gaya gravitasi dan tegangan permukaan.
Beberapa hidrokarbon minyak bersifat mudah menguap, dan cepat menguap. Proses
penyebaran minyak akan menyebarkan lapisan menjadi tipis serta tingkat
penguapan meningkat.Hilangnya sebagian material yang mudah menguap tersebut
membuat minyak lebih padat atau berat dan membuatnya tenggelam. Komponen hidrokarbon
yang terlarut dalam air laut, akan membuat lapisan lebih tebal dan melekat, dan
turbulensi air akan menyebabkan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
Ketika semua terjadi, reaksi fotokimia dapat mengubah karakter minyak dan akan
terjadi biodegradasi oleh mikroba yang akan mengurangi jumlah minyak.Proses
pembentukan lapisan minyak yang begitu cepat, ditambah dengan penguapan
komponen dan penyebaran komponen hidrokarbon akan mengurangi volume tumpahan
sebanyak 50% selama beberapa hari sejak pertama kali minyak tersebut tumpah.
Produk kilang minyak, seperti gasoline atau kerosin hamper semua lenyap,
sebaliknya minyak mentah dengan viskositas yang tinggi hanya mengalami
pengurangan kurang dari 25%.
Dampak dari Pencemaran Minyak di Laut
Komponen minyak yang tidak
dapat larut di dalam air akan mengapung yang menyebabkan air laut berwarna
hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen
sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Komponen
hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan,
pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat
mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses
emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur,
larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada
lingkungan tercemar (Fakhrudin, 2004). Bahwa dampak-dampak yang disebabkan oleh
pencemaran minyak di laut adalah akibat jangka pendek dan akibat jangka panjang.
1. Akibat
jangka pendek
Molekul hidrokarbon minyak
dapat merusak membran sel biota laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan
berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan
beraroma dan berbau minyak, sehingga menurun mutunya. Secara langsung minyak
menyebabkan kematian pada ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbon
dioksida, dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya.
2. Akibat jangka
panjang
Lebih banyak mengancam biota
muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota laut. Sebagian senyawa
minyak dapat dikeluarkan bersama-sama makanan, sedang sebagian lagi dapat
terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat
dipindahkan dari organisma satu ke organisma lain melalui rantai makanan. Jadi,
akumulasi minyak di dalam zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya.
Demikian seterusnya bila ikan tersebut dimakan ikan yang lebih besar,
hewan-hewan laut lainnya, dan bahkan manusia. Secara tidak langsung, pencemaran
laut akibat minyak mentah dengan susunannya yang kompleks dapat membinasakan
kekayaan laut dan mengganggu kesuburan lumpur di dasar laut. Ikan yang hidup di
sekeliling laut akan tercemar atau mati dan banyak pula yang bermigrasi ke
daerah lain.Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi
masuknya sinar matahari sampai ke lapisan air dimana ikan berkembang biak.
Menurut Fakhrudin (2004), lapisan minyak juga akan menghalangi pertukaran gas
dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada
tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob. Lapisan
minyak yang tergenang tersebut juga akan mempengarungi pertumbuhan rumput laut
, lamun dan tumbuhan laut lainnya jika menempel pada permukaan daunnya, karena
dapat mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan tersebut seperti respirasi,
selain itu juga akan menghambat terjadinya proses fotosintesis karena lapisan
minyak di permukaan laut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam zona
euphotik, sehingga rantai makanan yang berawal pada phytoplankton akan
terputus. Jika lapisan minyak tersebut tenggelam dan menutupi substrat, selain
akan mematikan organisme benthos juga akan terjadi perbusukan akar pada
tumbuhan laut yang ada.Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem
mangrove. Minyak tersebut berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang
berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup
minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam
waktu yang cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang
mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan minyak juga
akan menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan hutan
mangrove seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.
Cara
Mengatasi Tumpahan Minyak di Laut
Tindakan
pertama yang dilakukan dalam mengatasi tumpahan minyak yaitu dengan melakukan
pemantauan banyaknya minyak yang mencemari laut dan kondisi tumpahan.[6]Ada 2 jenis pemantauan yang dilakukan
yaitu dengan pengamatan secara visual dan penginderaan jauh (remote sensing).[6]
·
Pengamatan secara visual
Pengamatan
secara visual merupakan pengamatan yang menggunakan pesawat. Teknik ini melibatkan banyak
pengamat, sehingga laporan yang diberikan sangat bervariasi. Pada umumnya,
pemantauan dengan teknik ini kurang dapat dipercaya. Sebagai contoh, pada
tumpahan jenis minyak yang ringan akan mengalami penyebaran (spreading),
sehingga menjadi lapisan sangat tipis di laut. Pada kondisi pencahayaan ideal akan
terlihat warna terang. Namun, penampakan lapisan ini sangat bervariasi
tergantung jumlah cahaya matahari, sudut pengamatan dan permukaan laut,
sehingga laporannya tidak dapat dipercaya.
·
Pengamatan penginderaan
jauh
Metode
penginderaan jarak jauh dilakukan dengan berbagai macam teknik, seperti Side-looking Airborne Radar (SLAR).
SLAR dapat dioperasikan setiap waktu dan cuaca,
sehingga menjangkau wilayah yang lebih luas dengan hasil penginderaan lebih
detail. Namun,teknik ini hanya bisa mendeteksi lapisan minyak yang tebal.
Teknik ini tidak bisa mendeteksi minyak yang berada dibawah air dalam kondisi
laut yang tenang. Selain SLAR digunakan juga teknik Micowave Radiometer, Infrared-ultraviolet Line Scanner,
danLandsat Satellite System. Berbagai teknik ini digunakan untuk
menghasilkan informasi yang cepat dan akurat.
Beberapa
teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ burning, penyisihan
secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent, penggunaan bahan kimia dispersan, dan washing oil.[6]
·
In-situ burning adalah
pembakaran minyak pada permukaan laut, sehingga mengatasi kesulitan pemompaan
minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut
yang terasosiasi. Teknik ini membutuhkan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran
minyak) atau barrier yang tahan api. Namun, pada peristiwa
tumpahan minyak dalam jumlah besar sulit untuk mengumpulkan minyak yang
dibakar. Selain itu, penyebaran api sering tidak terkontrol.
·
Penyisihan minyak secara
mekanis melalui 2 tahap, yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke
dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut skimmer.
·
Bioremediasi yaitu
proses pendaurulangan seluruh material organik. Bakteri pengurai spesifik dapat
diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang terkontaminasi. Selain itu,
teknik bioremediasi dapat menambahkan nutrisi dan oksigen, sehingga mempercepat penurunan polutan.
·
Penggunaan sorbent
dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui mekanisme adsorpsi (penempelan
minyak pad permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan
minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fase minyak dari cair
menjadi padat, sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus
memiliki karakteristik hidrofobik, oleofobik, mudah disebarkan di permukaan minyak, dapat diambil kembali
dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami
(lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilendan serat nilon).
·
Dispersan kimiawi
merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi tetesan kecil (droplet),
sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya hewan ke
dalam tumpahan minyak. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif
yang disebut surfaktan.
·
Washing oil yaitu
kegiatan membersihkan minyak dari pantai.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pencemaran laut terjadi apabila
dimasukkannya oleh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung, sesuatu
benda, zat atau energi ke dalam lingkungan laut, sehingga menimbulkan akibat
sedemikian rupa kepada alam dan membahayakan kesehatan serta kehidupan manusia
dan ekosistem serta merugikan lingkungan yang baik dan fungsi laut sebagaimana
mestinya. Tumpahan minyak menjadi penyebab utama pencemaran laut. Minyak yang
tumpah diakibatkan oleh operasi kapal tanker, docking (perbaikan/perawatan
kapal), terminal bongkar muat tengah laut, tanki ballast dan tanki bahan bakar,
scrapping kapal (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua), kecelakaan
tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan), sumber di
darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon (
perkantoran & industri ), dan tempat pembersihan (dari limbah pembuangan
Refinery ).
- Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya adalah in-situ burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan penggunaan bahan kimia dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan minyak berbeda dan hanya efektif pada kondisi tertentu.
- Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan.
3.2 Saran
Masuknya minyak ke dalam perairan
karena aktifitas manusia merupakan hal yang fatal. Sehingga kita sebagai insan
akademisi di harapkan terus memberi kontribusi dengan memikirkan
masalah-masalah serius seperti ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar